TINGKAH
LISAN, FISIK, DAN HATI*)
Bahwa secara hakiki ibadah
itu harus dilakukan terus menerus tiada henti, kecuali maut telah menjemput.
Artinya, setelah mati tak bisa lagi ibadah itu dilakukan. Misalnya menegakkan
sholat wajib, melaksanakan puasa ramadhan, mengeluarkan zakat, dan sebagainya.
Termasuk kategori wajib adalah mencari atau menuntut ilmu tentang ikhwal ibadah
tadi. Ilmu sholat, ilmu puasa, ilmu zakat, dan ilmu-ilmu lain perihal ibadah
tersebut hukumnya "wajib ain".
Sifat ilmu wajib ain
itu tak kenal umur bagi pencarinya, baik masih muda belia maupun sudah tua
bangka. Itulah sarana atau jalan menuju penerang akhirat kelak. Dan sudah pasti
ilmu tersebut menjunjung tinggi derajat. Ilmu wajib ain itu mesti dipelajari
agar diri pribadi paham betul tentang ilmu tersebut sehingga tak keliru dalam
beribadah. Beribadah itu harus dengan ilmu, sebab tanpa ilmu maka ibadah bisa
salah arah atau salah kaprah.
Ilmu dicari atau
diburu untuk menaikkan derajat, terlebih lagi ilmu agama yang bersifat wajib.
Dengan perantara ilmu ini, orang bakal mulia kedudukannya dan tak bakal
telantar. Dan yang lebih penting lagi dalam pencarian ilmu adalah tingkah atau
perilaku yang harus ditata. Tingkah ini diupayakan hingga berstatus bagus serta
berkualitas.
Yang pertama, tingkah
ucapan/lisan. Ini sungguh berat untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Standarnya adalah jangan sampai terlontar kata-kata atau ucapan dari lisan kita
sehingga orang jadi kecewa (sakit hati). Semisal menebar aib dengan mengumbar
lisan kemana-mana, ucapan bernada fitnah atau hasud, menjelekkan orang lain,
dan sebagainya. Prinsipnya jangan membuat orang tersinggung atau marah lantaran
ulah lisan. Untuk melakukan ini tidak perlu semacam ilmu nahwu atau shorof yang
sifatnya "wajib bukan ain". Menjadikan orang lain kecewa atau marah
itu dilarang, apalagi membuat Allah murka. Misalnya tidak ikhlas menerima
takdir, mengeluh terus-menerus atas keadaan yang menimpa, termasuk berdakwah
yang hanya untuk kepentingan diri pribadi dan keduniawian.
Yang kedua, tingkah
badan atau fisik. Badan atau fisik yang sehat segar bugar mesti senantiasa
dijaga dan dipelihara. Badan yang sehat merupakan sarana atau alat untuk menuju
ketaatan kepada Allah. Dengan badan yang sehat, maka bisa melaksanakan sholat.
Juga memungkinkan mampu menjalankan rangkaian ibadah haji yang menuntut
kesehatan dan kebugaran fisik. Jangan sampai lantaran badan yang sehat kuat dan
bugar itu malah dipakai untuk memukul atau mencederai orang lain. Jangan sampai
pula dengan kondisi sehat seperti itu kok malah tidak melaksanakan sholat,
tidak berpuasa, dan seterusnya. Malaikat mencatat semua perilaku badan atau
fisik tersebut.
Yang ketiga, tingkah
hati. Letak atau posisi hati di antara dada dan perut. Perbuatan atau tingkah
hati, hanya Allah yang tahu. Fitrahnya memang demikian. Maka, bisa saja kita
terkecoh dengan perbuatan fisik seseorang yang seolah bagus namun ternyata
hatinya busuk. Ketika diketahui ada orang berbuat jahat, perlu diarahkan dengan
ilmu agama. Fungsi ilmu agama adalah mencerahkan. Orang jahat diarahkan dengan
ilmu agama menuju pencerahan. Tingkah atau perbuatan hati yang baik perlu
dilatih dan dibina terus, mulailah dari diri pribadi dan keluarga
masing-masing.
Ketiga tingkah di atas
dibutuhkan dengan tujuan untuk menyembah kepada Allah. Tidaklah Allah
menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah (mengabdi) kepada-Nya. Dan
puncak dari ibadah letaknya ada di hati, kalau hanya ada di lisan atau badan fisik berarti belum mencapai puncak. Maka, cucilah bersihkanlah hati setiap hari
dengan dzikir dan wirid. Makin banyak dan terus semakin banyak, maka semakin
bagus. Sejatinya domain atau wilayah hati, hanya Allah yang tahu dan berhak
memberi nilai. Wallahu a’lam bis-showab.
*) disarikan dari Ngaji
Ahad Pagi, Ahad Pon, 22 Juli 2018, di Masjid Baitul Istighfar Ngaliyan,
Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar