Imron Samsuharto*
UMAT muslim seantero dunia kembali dihadapkan pada kewajiban ritual ibadah puasa selama sebulan di bulan Ramadan. Aktivitas yang justru bermakna tidak berbuat atau meninggalkan (pantang) di waktu siang (shubuh hingga maghrib) dari rutinitas makan-minum dan musabab pembatal puasa lainnya. Masa sebulan penuh digunakan umat muslim untuk mencuci batin, membersihkan dosa-dosa yang tercipta selama rentang sebelas bulan. Maka, Ramadan dinamai sebagai bulan ampunan (syahrul maghfirah).
Bulan tersebut disebut pula sebagai bulan siyam.
Siyam secara etimologis berasal dari kata bahasa Arab as-shiyam (akar kata shoma), yang berarti “menahan”. Terkait dengan ritual puasa, arti tersebut bersejajaran makna dengan kata imsak (Arab), yang juga berarti “menahan”. Sehingga selama Ramadan, kata imsak amat populer, yang secara istilah berarti menahan diri dari segala perkara yang membatalkan puasa, sejak fajar menyingsing hingga matahari terbenam.
Di samping itu, ada pula istilah shaum yang semakna dengan shiyam. Hanya saja, shaum lebih dalam maknanya dibanding shiyam, yakni tidak hanya menahan makan dan minum serta musabab lain yang membatalkan puasa, tetapi juga mencegah berbicara, mendengar, serta melihat hal-hal yang merusak ibadah puasa (perbuatan negatif).
Dari aspek peristilahan, shiyam/siyam (Arab) diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “puasa”. Nyaris tak ditemui alias langka, muslim Indonesia ketika menjalani ibadah puasa Ramadan, mengatakan: “Saya ini sedang bersiyam” atau “Saya lagi melaksanakan ibadah siyam”. Galibnya adalah: “Saya ini sedang berpuasa” atau “Saya lagi melaksanakan ibadah puasa”. Jadi, pengguna bahasa Indonesia boleh dikata tidak mengenal kata shiyam/siyam tersebut.
Kasus kelangkaan atau nirperistiwa penggunaan kata siyam dalam bahasa Indonesia di atas, justru berkontradiksi dengan kasus dalam bahasa Jawa. Secara umum, bahasa Jawa mengenal strata kebahasaan atau tingkatan tuturan, mulai dari ngoko, krama madya (tengahan), hingga krama inggil. Kata shiyam/siyam dijawakan secara ngoko menjadi poso, sedangkan secara krama madya dan atau krama inggil dijawakan menjadi siyam. Proses penjawaan atau penerjemahan dari Arab ke Jawa tersebut dilakukan dengan penyerapan (pemungutan) bunyi secara utuh.
Demikianlah, dalam konteks komunikasi bahasa Jawa tengahan dan inggil, kerap ditemui ungkapan seperti: “Sampeyan/panjenengan siyam nopo boten?” (Kamu berpuasa apa tidak?) atau “Sugeng nglampahi ibadah siyam” (Selamat melaksanakan ibadah puasa). Dalam konteks komunikasi ngoko, tentu tak pernah ditemui kata/istilah siyam karena terganti dengan kata poso. Maka, lazim ditemui ungkapan seperti: “Kowe poso opo ora?” (Kamu berpuasa apa tidak?) atau “Aku nglakoni poso sewulan muput” (Saya menjalankan ibadah puasa sebulan penuh).
Seiring datangnya Ramadan, ramai bergaung ungkapan berbahasa Arab “Marhaban Syahru Ramadhan” atau “Marhaban Ya Ramadhan”. Jika diindonesiakan berubah menjadi “Selamat Datang Bulan Ramadan” atau “Selamat Datang Wahai Ramadan”, dijawakan (strata krama madya dan krama inggil) menjadi “Sugeng Rawuh Sasi Siyam”, dan jika di-ngoko-kan menjadi “Sugeng Rawuh Wulan Poso”.
Banyak sekali kata yang bersumber dari bahasa Arab diserap atau dipungut ke dalam bahasa Indonesia seperti majelis, hakim, mahkamah, kitab, zaman, mukmin, muslim, musyawarah, sejarah, berkah, salam, setan, hikmah, rahmat, hakikat, jahanam, dan sebagainya. Namun demikian, pemungutan dari Arab seperti kata siyam justru populer pada penutur bahasa Jawa, yang nota bene penutur terbesar dan terbanyak bahasa Indonesia.
Dalam percakapan konteks bahasa Indonesia, kata siyam tersebut tidak populer bahkan tak dikenal.
Paling tidak ada tiga metode yang dipakai dalam penyerapan atau pemungutan kata asing ke dalam bahasa Indonesia termasuk juga ke dalam bahasa Jawa, yakni adopsi, adaptasi, dan penerjemahan.
Adopsi berarti penyerapan dengan cara penuh atau apa adanya menurut asas fonologi (bunyi),
seperti shiyam/siyam (Arab) dijawakan menjadi siyam. Adaptasi berarti penyerapan yang ejaannya disesuaikan, misalnya option (Inggris) diindonesiakan menjadi opsi. Sedangkan penerjemahan berarti mencari padanan yang tepat, seperti overlap (Inggris) menjadi tumpang tindih (Indonesia).
Pemungutan atau penyerapan kata asing dari Arab atau dari bahasa asing lain seperti Inggris, Perancis, Belanda ke dalam bahasa Indonesia berlangsung secara alamiah sesuai denyut interaksi sosial pergaulan bahasa. Pemungutan atau penyerapan tersebut membawa berkah atau hikmah memperkaya khazanah kosakata bahasa Indonesia.
*) EDITOR ONLINE, LULUSAN FS (kini FIB) UNDIP SEMARANG
==> dimuat pada Majalah TEMPO, edisi 2 April 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar